Sabtu, 02 Maret 2013

bukan cerpen tapi diary : Pesona Yogyakarta


oleh : bachtiar handoko

  Hari itu tanggal 25 agustus 2012, beberapa hari setelah hari raya idul fitri. Pagi itu aku terbangun pukul 09.00 WIB, salah satu kebiasaan burukku saat liburan adalah ‘susah bangun pagi’.
Pagi itu aku terbangun dengan bahagianya karena tidak seperti biasanya, pagi itu aku terbangun tanpa bantuan alarm, setelah menggeliat-menggeliat sebentar ditempat tidur, akupun turun dari tempat tidur tersebut. Tapi tidak seperti biasanya pagi itu rumah kakekku tersebut sepi total dan aku mulai panik “aduh, pada kemana nih, jangan-jangan aku ditinggal pulang kebandung!! TIDAAAKKK!!” gumamku dalam hati.
Aku berlari-lari mengitari rumah kakekku yang sebesar lapangan bola tapi tidak sesuai dengan banyaknya jumlah perabotan yang ada, aku berkeliling mencari orang-orang, tapi naas tidak kutemukan satu orangpun disana. Aku mulai pasrah dan mulai mencari-cari handphone-ku.
Dan handphone-ku pun ternyata tidak ada juga! “TIDAAAKKK...!”
            Setengah hati aku berkeliling lagi sambil benar-benar mencari kemana orang-orang pergi, aku mencari ke kamar, gudang, rumah tetangga, kandang sapi, parkiran sepeda, sawah, empang, dan kamar mandi umum yang ternyata sedang ada yang mandi didalamnya, dan alhasil akupun pulang dengan basah kuyup dibajur oleh orang yang entah siapa tiba-tiba membanjur badanku dengan air tepat saat kepalaku terlihat dari dalam kamar mandi.. nasib.
            Saat aku sampai didepan televisi, aku menemukan handphone-ku yang masih di-charge (dicas) dari tadi malam. “yaampun, ini hape dari tadi malem belum dicabut, aku lupa! TIDAAAAKKK!” entah berapa kali aku berkata ‘tidak’ pagi itu. Tapi beruntung ternyata tadi malam ada pemadaman listrik sehingga handphone-ku tidak apa-apa. Ada pesan tertera dilayar handphone-ku. “oh dari mbak rina” gumamku. Dan saat ku buka pesan di handphone-ku, muncullah pesan seperti ini :
 “mas, tadi pagi dibangunin susah banget, udah ditarik-tarik sama lima orang masih belum bangun juga, ya udah deh mas kita tinggal aja hihihi, ini kita lagi di makam nenek, ziarah. Kalo mau nyusul cepetan ya “.
Aku sekarang mulai tenang, ternyata semua keluargaku ada di makam nenekku, sedang ziarah. Segeralah aku berangkat ke makam untuk menyusul, dengan terburu-buru memasang celana pensil, alhasil aku pun tidak enak saat berjalan, seperti ada yang mengganjal didaerah selangkangan. Tapi ya sudahlah.
            Setibanya di makam.
“loh kok gak ada siapa-siapa!” aku kaget.
“ah si mbak rina bohong nih, katanya pada di makam” gerutu ku sewot.
Untuk memastikan, akupun membuka HP ku dan kubaca lagi pesan tersebut dengan seksama, dan teryata pesan tersebut terkirim pukul 08.00 WIB, dan aku baru sampai ke makam pukul 10.30 WIB. Pantas saja tidak ada siapa-siapa.
“TIDAAAAKKK...!!!!” aku berteriak dalam hati, Lagi.
            Akhirnya aku putuskan untuk pulang dan menonton TV saja dirumah, dan sesampainya dirumah, semua keluarga ku sudah sampai dirumah dan sedang asik menonton DVD. Kini wajah kucel ku yang sedang ngos-ngosan berubah menjadi wajah penuh tatapan kesal.
“ah ini si mas dicariin dari tadi kok nggak ada dirumah sih, mamah habis dari rumah bude par loohhh... makanannya enak-enak hihihi” kata ibuku sambil senyum-senyum penuh kemenangan.
“iya mas, tadi aku makan enak looohhh disana untung mas gak datang, jadi aku bisa nambah deh makannya.. hihi “ kata adikku madan lengkap dengan senyumannya yang seakan-akan mengejek.
“GAK  NANYA!” jawabku singkat karena sudah saking kesalnya pagi itu, aku terbangun pukul 09.00 WIB.
Aku belum sarapan, sudah lari-lari keliling rumah nyari orang-orang, trus naik sepeda ke makam, dan pulang lagi masih dengan keadaan kelaparan stadium akhir pula ! , hingga para cacing-cacing diperutku ini sering berdemo meminta makan.
Sedangkan semua keluargaku sudah makan enak dirumahnya bude par, dan mereka juga tidak masak apa-apa dirumah, selain masak air. Aku hampir nangis waktu itu, sungguh miris nasibku pagi itu.

Pesan moral : terkadang bangun siang saat liburan tidak selamanya enak, justru malah terkadang bangun siang itu tidak menguntungkan.

            Siang harinya setelah akhirnya aku makan mie rebus diwarung depan. Bukan depan rumah melainkan depan mesjid terdekat yang harus menyebrangi sungai dulu dan melewati kebun-kebun singkong, melewati jalan setapak diantara hutan bambu, dan sampailah ke mesjid terdekat dari rumah kakekku. Dan tingkat kelaparanku sudah maksimal hingga aku menghabiskan 2 mangkok mie rebus, lengkap dengan 2 plastik kerupuk juga.
Dan akupun pulang kerumah kakek dengan keadaan bahagia, melewati hutan bambu, dan kebun singkong serta sungai lagi, dan akhirnya akupun sampai dirumah dalam keadaan lapar lagi. Sungguh naas nasibku.
Lama-lama diam dirumah kakek rasanya bosan juga, dan diantara kebosanan yang ada, saudaraku si mbak rina membuka percakapan.
“kalian ngerasa panas gak sih?” kata mbak rina.
“panas lah ndut! Lu gak ngerasa apa” kata mas andri, adiknya mbak rina.
“iye gue tau buntet! Kali aja lu gak ngerasa kan badan lu lemak semua gitu hihihi” kata mbak rina.
“MMMUUUOOOOOO!!!” tiba-tiba sapi disamping rumah bersuara, mungkin sang sapi tersindir dengan perbincangan kami.
“aaahh uwes tooo, ojo berantem nang kene, kasian sapinya keberisikan hehe hehe hehe..” kata mas hari lengkap dengan aksen jawanya yang kental.
“iya tuh jangan ngomongin lemak, kan sapinya kesindir hahahaha” kataku sambil tertawa sendirian sedangkan orang lain terdiam memperhatikan aku yang masih saja tertawa. Dan akhirnya rasa malu pun menghentikan tawaku.
“hmm gimana kalau kita jalan-jalan?” kata mbak rina.
“SETUJU!!!” kataku, mas hari, dan mas andri serempak.
“asik, main kemana nih ndut, lu tumben ngajak main, lagi banyak duit ya” kata mas andri.
“main ke kali progo lah, kemana lagi hehehe” kata mbak rina.
“gubrak! Main ke kali progo mah ngapain ngajak-ngajak, tinggal jalan kaki ga nyampe 10 menit juga nyampe” kata mas andri.
“gimana kalo kita beli kulkas biar kita punya minuman dingin” kata mas hari.
“aduh, har har.. siapa juga yang mau nganter kulkas ketengah hutan gini, yang ada juga nanti tuh tukang kulkas mati dijalan pas lewat sungai sambil ngegotong kulkas !” jawab mas andri.
“hehehe iya yah.” Kata mas hari.
“gimana kalo kita ke merapi?” kataku mengusulkan.
“jangan ah jauh..” kata mbak rina.
“gimana kalo kita ngeliat sunset di gunung merapi aja?” kata mas andri.
“nah... boleh tuh...” kata mbak rina.
“jangan ah jauh !!! -__-“ kataku kesal.
“ya udah nanti mbak telfon temen mbak dari Jakarta deh suruh bawa mobil rentalan buat besok kita ke merapi, oke ! “
            Keesokan harinya benar saja sebuah mobil avanza hitam sudah terparkir indah didepan rumah kakekku, entah lewat mana mobil tersebut datang. Dan setelah kami semua bersiap-siap dan berdandan layaknya ingin pergi ke hajatan, kamipun berangkat.
Di mobil terjadi percakapan singkat antara sang sopir dengan saudaraku ini.
“pak, kita ke merapi ya lewat jalur yang paling dekat! “ kata mbak rina.
“iya, nanti uangnya kita yang tanggung deh!” kata mas andri.
“hah, kita !! lu aja mas ! “ semua berkata secara bersamaan.
Dimobil, seperti biasa penyakitku ini muncul, ngantuk kalau kena dingin, entah dar iAC ataupun dari angin yang masuk dari jendela.
Dan aku pun tertidur pulas sampai tiba-tiba kami sudah sampai dimerapi.
Aku merasa sangat bahagia melihat salah satu gunung paling fenomenal di pulau jawa. Semuanya terlihat alami, termasuk pedagang-pedagang yang terlihat memakai baju dari rumput, begitu terlihat menyatu dengan alam. (Hehehe engga lah, bohong)
            Disana, aku yang super duper sok tau, mulai beraksi.
“mbak, kita sewa motor trail yuk! Murah loh cuman 50ribu..” kataku.
“ah yakin nih mas, masa murah banget?” kata mbak rina.
“yakiiiiinnn banget..” kataku
“tapi aku ga yakin deh kayaknya...” kata madan. Entah darimana ia datang.
Dan semua pun kaget dengan kehadiran madan. Ternyata selama ini madan bersembunyi di bagasi belakang dan diam-diam ikut kami ke merapi. Amazing !
Akhirnya kamipun membulatkan niat untuk menyewa motor trail yang nantinya akan dipakai untuk tour disekitar merapi.
Aku sudah dengan mantapnya duduk di jok motor trail tersebut walaupun sebenarnya aku tidak bisa mengendarai motor yang ber-kopling. Tapi dengan pedenya akupun duduk di jok motor tersebut, dan saudaraku yang lain juga ikut-ikutan duduk di jok motor dan bersiap mengendarai motor tersebut.
Tapi ternyata, setelah mbak rina menanyakan harga sewanya. ternyata harga sewanya bukan Rp.50.000,- melainkan Rp.500.000,- dan aku ternyata tidak melihat satu digit nol yang paling belakang karena tertutup spanduk partai PDI.
Dengan modal wajah polos tak berdosa kamipun turun dari motor tersebut sambil senyum-senyum kepaksa karena malu.
“dik, mau jadi sewa motornya gak?” kata si penjaga loket.
“mau dong, tuh dibayarin sama mbak itu tuh *sambil menunjuk mbak rina*” kataku.
“iya, lima puluh ribu kan sewanya?” kata mas andri.
“maaf mas, mungkin mas salah lihat, seharusnya lima ratus ribu rupiah, silahkan bisa dilihat sendiri.” Kata penjaga loketnya.
“oh.. hehehe hehehe, maaf ya mas kita gak nyewa kok, Cuma numpang duduk” kataku.
“ah alesan, udah sana-sana, gak punya duit aja belagu!” kata penjaga loket yang galak.
Dan kami semua pun kabur menyelamatkan diri dari seorang penjaga loket yang marah-marah.
Pesan moral : jangan jadi orang yang sok tau ditempat yang benar-benar tidak anda ketahui
            Dengan wajah pasrah, kamipun akhirnya memutuskan untuk berjalan kaki menyusuri gunung merapi mengikuti para wisatawan lainnya. Dan akhirnya waktu pun menunjukkan pukul 17.45 WIB, saatnya sunset (matahari terbenam) . semua orang mulai memadati tempat makan yang menyediakan wedang ronde dan jagung bakar.
Kami membeli wedang ronde dan jagung bakar masing-masing satu. Dan kamipun menunggu detik demi detik menjelang terbenamnya sang surya.
“mas, ini kok wedangnya rasa jahe sih ! “ kataku.
“yaiyalah dimana-mana wedang itu pasti ada rasa jahe-jahenya” kata mas andri.
“yakin nih?” kataku.
“yakin bro!” kata mas andri.
Dan tibalah saat yang kami tunggu-tunggu, berbarengan dengan gigitan demi gigitan yang kami layangkan pada sebuah jagung bakar yang enak sekali itu, matahari pun mulai menghilang sedikit demi sedikit.
Ini baru yang namanya liburan. Menikmati sunset di merapi sambil ditemani dengan wedang ronde dan jagung bakar. Sungguh liburan yang tak terlupakan.
Saatnya bikin status di facebook, hehe. Ah, Tetapi sayang aku tidak membawa kamera hingga liburanku ini tidak sempat didokumentasikan. Itulah salah satu penyakitku ketika liburan datang, selalu lupa membawa kamera saat pergi jalan-jalan.
            Sekian sepenggal cerita tentang penglaman pribadiku saat liburan di Yogyakarta, sebuah kota yang dihiasi oleh penduduk yang terkenal akan keramahannya, dan sebuah kota yang terkenal dengan keindahan alamnya..
Berbanggalah karena di Indonesia masih banyak tempat-tempat istimewa sehingga kita tidak perlu jauh-jauh pergi ke negeri orang hanya untuk sekedar liburan saja. Cintailah tanah air kita selagi masih murni menjadi milik kita. :-)






**********************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kategori

More on this category »